Pesarean Kanjeng Pangeran Sumedang dumunung wonten ing pesarean Widara Manis ing jalan krasak nomer 6 kampung Kota Baru Kecamatan Gondokusuman Kitha Yogyakarta. Ingkang Sumare wontên ing pesarean punika wonten pitu, selain Panjenenganipun Kanjeng Pangeran Sumedang wonten Poro Priyagung lintunipun antawisipún
1. Kanjeng Pangeran Banyak Wide
2. Kanjeng Pangeran Warga Pati
3. Kanjeng Pangeran Sawunggaling
4. Kanjeng Adipati Ganduruhan
5. Kanjeng Ratu Bêruk lan
6. Kanjeng Raden Ayu Sekar Tanjung
Kacarita bilih Kanjeng Pangeran Sumedang
Punika kalebet prajuritipun Sinuwun Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma, Panjenenganipun dipun wisudha dados Senopati Mataram ingkang asal
usulipun saking Sumedang, ingkang asmanipun asli Raden Suryadi Wangsa putra saking Kanjeng Prabu Geusan Ulun, Panjenenganipun ngasta bupati Sumedang nalika tahun 1601-1625 M kanthi asma Pangeran Gempol I.
Panjenenganipun kalebet Senopati Mataram ingkang Pinunjul ,pilih
tandhing, digdaya lan sekti Mandraguna mila lajeng kapitados dados
Senopati, mandegani Prajurit Mataram wonten ing paprangan ing Bang
Wetan. Saking digdayanipun Kanjeng Pangeran Sumedang
kenging dipun wastani Mboten saged Pralaya, saben saben dipun Prasaja
temtu gesang malih, ngantos dadosaken repotipun pihak mengsah (Kumpeni)
lan ngantos kewalahan. Pihak Kumpeni lajeng pados cara supados saged merjaya Kanjeng Pangeran Sumedang. Salah satunggaling prajurit lan penderekipun Kanjeng Pangeran Sumedang ingkang khianat, nerangaken bilih Pangeran Sumedang Mboten saged Pralaya menawi Jasadipun Mboten dipun sareakan sak cara dipun pisah, Mila akhiripun jasadipun dipun pisah dados tigang bagian.
Gembungipun dipun sareakan wonten ing pesarean widara Manis,
mustakanipun dipun sareakan wonten ing pesarean Blunyah lan sukunipun
dipun sareakan wonten ing pesarean Lempunyangan. Wonten setunggal
Riwayat sanes mratelakaken bilih Gembungipun dipun sareakan wonten ing
Lempunyangan, mustakanipun dipun sareakan wonten ing Widara Manis lan
sukunipun dipun sareakan wonten ing Nitikan.
WallahuA'lam.
Lokasi Daerah 2 (Kendal Jawa Tengah
MAKAM PANGERAN SUMEDANG
LOKASI DI SEMPU SELO KATON SUKOREJO KENDAL JAWA TENGAH
(Ilustrasi Keluarga Pesantren Modjo lukisan Karya Ir. H. Yusuf Karnadi Modjo MBA)
Tahap 1
RM. Citro Menggolo/Kyai Modjo 1
Nama lain beliau Pangeran Menggolo/Kyai Jumal Sepuh/ Kyai Mojo Sepisan.
Beliau adalah Putra Adipati pajang bin Pangeran
Benowo 1 bin Sultan Hadiwijoyo (Jaka Tingkir) Pajang, yang kemudian
pindah babat Alas di wonotoro kesambi Boyolali mendirikan padepokan
disana. Murid semakin banyak akhirnya pindah mendirikan pesantren di
daerah Mojo Tegalrejo Sawit Boyolali yg selanjutnya menjadi tanah
perdikan dijaman cucunya (Kyai Modjo 3). Sebelumnya juga mendirikan padepokan di Mojo
andong boyolali untuk pendidikan agama islam. Beliau memiliki beberapa
istri, berputra diantaranya :
Nama lain beliau adalah Kyai Modjo 2 atau Kyai Jumal Qorib. Seorang
tokoh pengasuh pesantren modjo dan Ahli Kanuragan yang ada di Negeri
Modjo, karakter pengajaran beliau cukup keras/tegas karena telah
mendapat petunjuk bahwa akan adanya perang besar kedepan.
Beliau memiliki 3 istri, berputra (yg baru terdata) :
1. *Kyai Imam Abdul Arif* di Mojo
2. Nyai Abdul Jalal 1 (Leluhur Kalioso) di Kalioso.
Punya murid diantaranya Sri Sultan Hb 2, Kyai Abdul Jalal 1 (Menikah
dengan putri gurunya), dll. Ketika Kyai Abdul Jalal 1 sudah cukup ilmu
di tugaskan oleh Kyai Jumal Qorib untuk babat alas yg sekarang menjadi
daerah kalioso.
Tahap 3
Kyai Imam Abdul Arif/Kyai Modjo 3/Kyai Baderan 1
Nama lain Kyai Modjo 3 atau Kyai Khotib Imam Abdul Arif lebih lengkapnya :
*Al Allamah Al Arif billah Al Haj Al Imam Abdul Arif*
Beliau berkecimpung dalam bidang Agama Islam, sehingga menjadi Guru
Para Sultan, sunan dan Pangeran dari Keraton Jogja Solo. Pernah
ditugaskan Sunan Solo menulis Al Quran dan diberi hadiah batangan emas
oleh Sunan. Ketika pulang dalam perjalanan emas tersebut di bagikan ke
warga sekitar. Beliau salah seorang Mursyid Tarekat Satariah yang sanad
turun temurun dari Rosululloh SAW. Sebagai penerus pesantran Modjo,
beliau punya murid diantaranya yaitu Pangeran Diponegoro 1, Tmg.
Prawirodigdoyo Gagatan, R. Sujono gunung kawi, Ki Galuh, Ki Ageng Alim,
dll. Beliau meninggal dimakamkan di Komplek makam Modjo.
Beliau
merupakan sahabat seperjuangan dengan Habib Hasan bin Toha bin Kyai
Ageng Terboyo Al Yahya (Tumenggung Sumodiningrat Wedono Jero Kesultanan
Ngayogyokarta). Juga seperjuangan dengan R. Ronggo Prawirodirjo 3
madiun. Dimana banyak penghulu dari Kesultanan Pajang Sukapura
Tasikmalaya yg tinggal di Maospati Madiun sebagai penghulu R. Ronggo
Prawirodirjo 3 dan periode sebelumnya.
Beliau membuka cabang pesantren di baderan sidowayah klaten (Pesantren Baderan) bergelar Kyai Baderan 1.
Memiliki 3 orang istri.
1. RA. Baderan berputra :
- *Syech Hasan Besari* (Panglima Perang Diponegoro wil Kedu)
- *R. Ngabei Wiropati* (Kyai Baderan 2, membantu adiknya yaitu Kyai
Chalifah dalam perang jawa).
- Nyai Mursinah / Nyai Murdoko seorang
senopati perang jawa wil ambarawa salatiga boyolal.
- Nyai Abdul Syukur
- Nyai Hasan Ahmad
2. Putri Gading Solo, berputra :
- Kyai Imam Muhammad (ikut ibunya ke keraton solo).
3. Putri Madiun, berputra :
- *Kyai M. Muslim Chalifah*
Tahap 4
Kyai M. Muslim Chalifah/Modjo 4
Nama lain Kyai Modjo 4. Pernah berguru kepada pamanya yaitu Kyai Abdul
Jalal 1 di kalioso bersama Kyai Imam Rozi / Singo Manjat Tempursari
Klaten. Kyai Modjo 4 memiliki murid diantaranya Pangeran Diponegoro 2
(Putra sulung Diponegoro 1). Ikut berperang bersama Pangeran Diponegoro 1
dan 2 yang dipercaya menjadi Panglima perang dan juga penasehat dari
Pangeran Diponegoro. Singkat cerita pernah sang Pangeran Diponegoro
terkena luka parah saat perang, setelah di beri minum air kelapa serta
doa dari Kyai Modjo 4, akhirnya beliau sadar dan pulih kembali. Beliau
dibantu santri modjo dan pengikut sekitar 600 orang dalam perang jawa.
Mengalami pengasingan di Tondano Minahasa Sulut bersama 63 pengikutnya
dan meninggal dimakamkam disana.
Beliau memiliki 4 istri, berputra :
- *Syech Muzahid di Mekkah*
- Kyai Sirriman Solo
- Kyai Imam Puro Tegal sari ponorogo
- Raden Mangun Rejo Kediri
- Kyai Hasan Mucharrar Pengging
- Kyai Gozali Tondano
- Nyai Satoriah
- Nyai Habibah
Tokoh Perang Jawa Dari Pesantren Modjo
1. Syech Hasan Besari/Pangeran Laut Biru
Beliau dijuluki Pangeran Laut Biru. Seorang Panglima Perang Jawa untuk
Wilayah kedu dan sekitarnya. Membentuk resimen berjumat. Sempat
diasingkan belanda ke srilangka, kemudian dibawa lagi kebatavia dan
sempat mengislamkan puluhan serdadu belanda. Akhirnya wafat pada 1830
dan dimakamkan di dekat pintu gerbang Masjid Luar Batang Jakarta Utara
sekomplek dengan Makam Habib Husain bin Abubakar Al Aidrus.
2. R. Ngabei Wiropati
Nama lain beliau Kyai Baderan 2 / Kyai Baderan Sepuh. Menjadi penerus
pesantren Baderan di desa Baderan Sidowayah Klaten sebagai Kyai Baderan
2. Diteruskan oleh putranya Kyai Baderan 3, ke Kyai Baderan 4, ke Kyai
Baderan 5, ke Mbah Demang. Ikut membantu perjuangan adiknya dalam perang
jawa. Beliau merupakan tokoh yang sangat dibenci oleh belanda dibalik
perjuangan Kyai Modjo 4. R. Wiropati sangat sulit untuk dibujuk dan
tetap gigih melawan belanda sampai akhir hayatnya dimakamkan bersama
adiknya di Jawa Tondano.
3. Nyai Siti Mursinah/Nyai Murdoko
Seorang Senopati Perang Wanita dalam perang jawa yang ditugaskan
ayahnya membatu perjuangan sang Pangeran Diponegoro 1. Beliau memimpin
pertempuran di wilayah Ambarawa, salatiga dan Boyolali. Beliau menikah
dengan seorang murid ayahnya bernama Kyai Murdoko dari Trah Pangeran
Gugur Gunung Lawu.
4. Kyai Muslim Chalifah Modjo 4
Nama
lain beliau Kyai Modjo 4 (dikenal dengan nama Kyai Modjo). Punya murid
yaitu putra sulung Pangeran Diponegoro 1 yang bernama Muhammad Arif
sebagai Pangeran Diponegoro 2. Beliau dipercaya Pangeran Diponegoro
menjadi penasehat serta Panglima Perang Jawa 1825-1830. Sebelumnya pada
1811 beliau juga sempat di tangkap belanda karena pengaruhnya di
Masyarakat pra perang jawa. Memiliki jaringan luas dikalangan pesantren
maupun kalangan keraton dinusantara sehingga menjadi pertimbangan khusus
sang pangeran menjadikanya penasehat. Selain juga beliau adalah Guru
dari Pangeran Diponegoro 2.
5. Kyai Muzahid Modjo
Seorang putra Kyai Modjo 4 yang membantu Kyai Modjo 4 dalam peperangan
perang jawa. Dikejar mau dibunuh belanda akhirnya pindah ke mekkah
bersama keluarganya yaitu istri asal kalioso putri Kyai Abdurrahman
Kalioso. Setelah pindah ke mekah berganti nama Syech Zaed Al Jawi.
6. Dll
Saat berkecamuk perang jawa, terjadi peperangan besar di desa Modjo
sawit sehingga pihak belanda maupun pihak keluarga maupun warga santri
Pesantren Modjo banyak gugur dalam pertempuran (pihak belanda sekitar
3000 serdadu gugur dalam pertempuran di modjo dan sekitarnya). Dari
segala penjuru telah dikepung belanda. Akhirnya semua yang berhubungan
dengan Kyai Modjo dibumihanguskan oleh belanda. Banyak keluarga maupun
santri yg mengasingkan diri keberbagai penjuru.
(Makam Para Kyai Guru Pesantren Modjo)
(Makam Kyai Modjo 1-3 di Boyolali, Kyai Modjo 4 di Tondano)
(Makam Kyai Modjo 4 beserta pengikutnya)
Sumber :
- Buku "Sejarah Perjuangan Kyai Modjo" Ir. H. Yusuf Karnadi MBA, cetakan 2003
(Ilustrasi Pangeran Diponegoro yang juga mirip dengan Sosok Kyai Galang Sewu berkuda)
Beliau di kenal oleh warga sekitar dengan sebutan Kyai Galang Sewu. Beliau lahir sekitar tahun 1790-an. Berasal dari keluarga Bustaman Semarang, yaitu cucu dari Kyai Bustaman. Kyai Bustaman berputra sekitar 11 orang diantaranya adalah Kyai Ngabei Surodirdjo. Kyai Ngabei Surodirdjo berputra sekitar 11 orang. Diantaranya yang pertama adalah Kyai Adipati Surohadimenggolo (Pangeran Terboyo), dan Urutan kesepuluh adalah RM. Suryo Kusumo atau Kyai Galang Sewu serta Kakak beliau bernama RM. Yuda Widarmo (R. Sukar).
Para Sesepuh kampung tembalang mengisahkan bahwa, Kyai Galang Sewu adalah termasuk panglima perang Pangeran Diponegoro untuk wilayah semarang dan sekitarnya. Saat terjadi peperangan di Jatingaleh Semarang yang meluas sampai ungaran beliau Sang Pangeran dibantu oleh Kyai Galang Sewu dan keluarganya. Termasuk Kakak Kyai Galang Sewu yang bernama R. Sukar. Sehingga ketika Pangeran Diponegoro di asingkan ke Makasar Sulawesi maka R. Sukar pun ikut ke pengasingan bersama rombongan. Kyai Galang Sewu sendiri berjuang dan menyebarkan agama islam di wilayah Tembalang dan sekitarnya sehingga meninggal dan dimakamkan di area pemakaman samping gedung Prof. Soedarto SH ditengah Kampus Undip. Pernah suatu cerita saat penjajahan belanda ketika pesawat belanda melewati diatas makam beliau, maka pesawat tersebut hilang kendali dan terjatuh.
Cerita lain para sesepuh tentang sosok Kyai Galang Sewu yang cukup fenomenal adalah tentang perkataan beliau Bahwa nanti suatu saat di atas tanah ini akan bermunculan banyak sekali jamur-jamur. Perkataan beliau belum bisa dimengerti saat itu. Tapi sekitar tahun 1980an dibangunlah Kampus bernama Politeknik Undip diatas tanah yang dulu di diami oleh Kyai Galang Sewu. Berangsur angsur setelah Politeknik Undip (Polines) berdiri maka Kampus Universitas Diponegoro Semarang pindah naik ke Tembalang Semarang di sekitar komplek Makam Kyai Galang Sewu. Muncul kembali Universitas Pandanaran dan Politeknik Kesehatan (Politekes) Semarang. Sehingga di area sekitar kampus dibangun apartemen serta kos kosan dan ruko-ruko juga sektor ekonomi lainya mulai bermunculan. Ternyata arti dari perkataan Kyai Galang Sewu adalah ini.